Posted by: Salim Darmadi | 25 July 2019

[Pengalaman Seleksi Beasiswa LPDP] Seleksi Wawancara

Ketika saya mendaftar Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) LPDP tahun 2017, tahap akhir proses seleksi beasiswa adalah seleksi substansi yang terdiri dari tiga mata ujian: on-the-spot essay writing, leaderless group discussion (LGD), dan wawancara. Untuk seleksi tahun 2019 ini, essay writing menjadi bagian dari Seleksi Berbasis Komputer (tips penulisan esai pernah saya bagi di tulisan ini), sedangkan LGD ditiadakan. Karena itu, pada tulisan ini saya hendak berbagi pengalaman sekaligus beberapa tips untuk seleksi wawancara saja. Di samping itu, karena beasiswa yang saya lamar adalah untuk jenjang doktoral, beberapa aspek mungkin kurang relevan untuk wawancara beasiswa program Master.

Pengalaman Seleksi Wawancara BPI LPDP Tahun 2017

Sebelum berangkat menuju lokasi wawancara, saya mempersiapkan diri dengan mem­-print out beberapa dokumen. Di samping print out dari formulir pendaftaran (untuk dibaca-baca lagi ketika menunggu giliran), saya juga menyiapkan beberapa dokumen yang memang tidak diunggah dalam proses pendaftaran online, misalnya piagam penghargaan atas suatu prestasi. Selain itu, jauh-jauh hari sebelum giliran wawancara saya tiba, saya melakukan blogwalking secara intensif untuk membaca pengalaman awardee LPDP tahun-tahun sebelumnya. Saya juga berdiskusi panjang dengan seorang kawan yang telah dinyatakan lulus seleksi beasiswa doktoral LPDP pada tahun 2016 (matur nuwun, Mas Arif Prabowo Sulistiono idolaque!). Saya juga bertanya kepada kakak kembar dan kakak ipar saya yang juga penerima beasiswa S-2 dari LPDP tahun 2015 dan 2016.

Begitu dipersilakan oleh panitia untuk menuju meja wawancara, saya segera menghampiri meja wawancara yang ditentukan dan menyalami tiga orang pewawancara. Setelah mempersilakan saya duduk, mereka pun memperkenalkan diri. Mereka bertiga berasal dari perguruan tinggi yang berbeda-beda. Dari persiapan dan blogwalking yang saya lakukan, saya tahu bahwa dua orang di antara tiga orang tersebut adalah akademisi/dosen yang akan mewawancarai saya dari sisi substansi rencana studi, sedangkan satu orang lainnya adalah psikolog yang akan menggali sisi kepribadian saya.

Memang, dalam wawancara kali ini saya tidak terlalu nervous. Semua pertanyaan alhamdulillah dapat saya jawab dengan relatif lancar dan panjang-lebar, diselingi canda ringan dengan para pewawancara. Barangkali ada faktor persiapan dan latihan yang saya lakukan, mungkin ada faktor pengalaman juga karena saya pernah berulangkali diwawancarai dan mewawancarai. Selain itu, alhamdulillah rezeki saya mendapatkan para pewawancara yang tidak “membantai” ataupun mencecar saya sebagaimana pengalaman beberapa peserta seleksi.

Beberapa pertanyaan dari dua orang akademisi yang saya terima, berikut intisari jawaban yang saya berikan, di antaranya sebagai berikut. Di luar dugaan, pertanyaan yang saya terima dari beliau berdua seluruhnya diajukan dalam bahasa Indonesia, sehingga saya menjawabnya pun dalam bahasa Indonesia.

  • Bisa diceritakan perjalanan karier dan prestasi Anda? Saya menguraikan secara garis besar (tidak terlalu panjang, tidak pula terlalu pendek) tentang riwayat pekerjaan saya, mulai ketika menjadi staf hingga diberi amanat sebagai kepala bagian. Saya juga mengungkapkan beberapa penghargaan yang telah berhasil saya raih, dan menunjukkan buktinya dari dokumen yang saya bawa (tentu saya dahului dengan pertanyaan, “Apakah saya diperkenankan menunjukkan bukti penghargaan yang pernah saya peroleh?”).
  • Mengapa berencana mengambil program PhD di universitas ini? Di formulir pendaftaran, saya mencantumkan nama sebuah perguruan tinggi luar negeri tempat saya berencana menempuh studi PhD; karena itu saya sudah menduga akan mendapat pertanyaan ini. Saya jawab bahwa keberadaan profesor yang bersedia membimbing menjadi faktor penting dalam menentukan perguruan tinggi yang saya incar. Lalu saya tunjukkan bukti korespondensi saya dengan seorang profesor yang bersedia membimbing saya. Rupanya hal ini cukup ampuh untuk meyakinkan para pewawancara, terlebih ketika menjalani wawancara tersebut saya belum mengantongi Letter of Acceptance (LoA) dari universitas mana pun.
  • Apa topik penelitian Anda? Pelamar beasiswa jenjang doktoral diharuskan mengunggah ringkasan proposal penelitian pada saat melakukan pendaftaran secara online. Jadi saya tinggal menyampaikan secara ringkas rencana penelitian saya. Ternyata salah satu pewawancara adalah seorang guru besar di bidang akuntansi dan tentunya cukup familier dengan topik penelitian saya. Namun beliau tidak mengajukan pertanyaan lebih lanjut. Alhamdulillah rezeki saya, hehehe…
  • Anda sudah punya publikasi ilmiah, mengapa tidak mengirimkan paper ke jurnal Q1? Saya menjawab bahwa karya tulis ilmiah saya yang telah terbit di berbagai jurnal (umumnya di jurnal-jurnal ilmiah yang peringkatnya hanya Q3) merupakan sarana saya untuk latihan; terlebih saya dihadapkan pada keterbatasan sumber daya untuk menghasilkan paper yang layak untuk terbit di jurnal Q1. Namun, saya berharap pengalaman publikasi ilmiah tersebut dapat menjadi portofolio yang membuat saya lebih siap dan percaya diri untuk menempuh studi PhD di luar negeri.
  • Anda ‘kan sudah punya jabatan, mengapa masih mau lanjut sekolah? Ini tentu saja pertanyaan yang tricky buat saya, karena saya harus dapat memberikan jawaban yang menunjukkan kepercayaan diri saya tanpa terkesan overconfident. Saya menjawab kurang lebih sebagai berikut, “Tentu menjadi kesyukuran tersendiri bagi saya karena telah diberi kepercayaan untuk mengampu jabatan ini di kantor. Namun buat saya, bekerja itu tidak semata soal uang dan jabatan, namun bagaimana saya bisa memberikan pengaruh positif. Apabila studi S-3 ini dapat menjadi sarana saya untuk memberikan pengaruh dan kontribusi positif yang lebih besar lagi di masa mendatang, mengapa tidak saya lakukan?”
  • Apa kontribusi Anda setelah selesai studi S-3 nanti? Sebagai pelamar beasiswa S-3, saya menekankan terlebih dahulu substansi penelitian saya, dan menguraikan bagaimana hasil penelitian tersebut dapat bermanfaat untuk pengambilan kebijakan institusi saya, dan pada gilirannya akan bermanfaat bagi pembangunan di Indonesia. Selain itu, studi S-3 akan membekali saya sejumlah softskills (seperti kemampuan berpikir kritis, manajemen waktu, kemampuan analisis, dsb) yang saya yakin akan sangat bermanfaat ketika saya menempati posisi manajerial yang lebih tinggi di institusi saya pada masa yang akan datang. Jawaban yang saya berikan tentu harus konsisten dengan apa yang telah saya tuangkan dalam esai yang saya unggah ketika mendaftar.

Selanjutnya giliran si psikolog yang melontarkan pertanyaan. Kira-kira setengah dari seluruh pertanyaan diajukannya dalam bahasa Inggris, dan selebihnya dalam bahasa Indonesia. Sepertinya si psikolog ini sudah mencari informasi tentang profil saya di Google, sehingga dia tahu bahwa, misalnya, saya punya saudara kembar dan saya pernah menulis sebuah buku. Pertanyaan yang diajukannya, berikut intisari jawaban saya, antara lain sebagai berikut:

  • Apa kejadian paling sulit yang pernah Anda alami? Dari berbagai cerita yang saya baca dari blogwalking, saya tahu bahwa pertanyaan ini mungkin ditujukan untuk menguji mental peserta. Saya memutuskan untuk mengambil satu cerita yang berat buat saya, namun tidak sampai membuat saya bercucuran air mata. Cerita itu adalah ketika saya mendampingi ibu mertua berperang melawan kanker ovarium yang dideritanya hingga akhirnya beliau berpulang pada tahun 2012. Kemudian si psikolog sempat berkomentar bahwa sepertinya saya telah ditempa berbagai tantangan dan kesulitan hidup. Saya terharu (namun tidak sampai menitikkan air mata, hehehe) dan memberikan respons positif sewajarnya.
  • Tell me about your twin brother! Saya sempat merespons pertanyaan ini dengan balik bertanya sambil bercanda, “How do you know that I have a twin brother?” Lalu saya bercerita tentang kakak kembar saya, apa aktivitas dia sekarang, dan seterusnya. Ketika si psikolog bertanya lebih lanjut apakah dia punya karier yang sukses, saya menjawab bahwa dia memiliki pekerjaan yang bagus, meskipun belum memperoleh kesempatan menjadi manajer di tempat dia bekerja. Saya tekankan pula bahwa saya tidak melihat kesuksesan seseorang hanya dari kemajuan kariernya semata, melainkan dari semangatnya berkontribusi terhadap lingkungan di sekitarnya.
  • Tell me about one story in your book! Ternyata si psikolog ini tahu bahwa saya telah menerbitkan sebuah buku (bisa jadi beliau tahu dari googling atau dari esai saya). Serta-merta saya mengisahkan salah satu cerita yang saya tulis dalam buku tersebut.
  • Is it possible that you will fail in this selection? Ini contoh pertanyaan lain yang sepertinya ditujukan untuk menguji mental. Saya menjawab kurang lebih sebagai berikut: “Dengan berbagai persiapan, besar harapan saya bahwa nantinya saya dapat meraih keberhasilan dalam seleksi beasiswa ini. Namun saya sadar bahwa akan selalu ada dua kemungkinan, yaitu berhasil atau gagal; oleh karena itu saya harus siap menghadapi semua kemungkinan tersebut!”

Beberapa Tips untuk Seleksi Wawancara Beasiswa LPDP

Tentu saja tips ini bersifat personal, karena pengalaman para peserta seleksi wawancara beasiswa LPDP akan sangat berbeda antara peserta yang satu dengan yang lain. Saya pernah berbagi tips wawancara beasiswa Australia Awards Scholarships (AAS) di tulisan ini, dan beberapa tips di tulisan tersebut rasanya masih relevan. Misalnya, dalam wawancara beasiswa LPDP kita mungkin akan ditanya bagaimana kita berencana untuk berkontribusi lebih terhadap pembangunan Indonesia di masa mendatang. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu memberikan jawaban yang konsisten dengan apa yang telah kita tulis di formulir pendaftaran atau Statement of Purpose.

Berikut adalah beberapa tips yang bisa saya bagikan, khususnya dari pengalaman pribadi mengikuti seleksi wawancara BPI LPDP tahun 2017 lalu.

  • Persiapkan diri sebaik-baiknya dengan cara membuat diri familier dengan format wawancara. Banyak-banyak bertanya kepada teman yang pernah mengikuti seleksi wawancara LPDP ataupun blogwalking. Dari situ kita bisa membayangkan wawancara akan berjalan seperti apa, dan pertanyaan seperti apa yang mungkin keluar. Selain itu, kita bisa mencontoh tips para awardee mengenai apa saja serta dokumen apa yang perlu dipersiapkan sebelum hari-H wawancara.
  • Berlatih menjawab pertanyaan wawancara. Latihan ini bisa dilakukan dengan berbicara di depan cermin, atau bisa berlatih dengan teman atau saudara yang bisa memberi masukan atas performa kita. Meskipun saya telah berulangkali mengikuti seleksi wawancara (misalnya ketika seleksi beasiswa S-2 serta seleksi internal kantor untuk memperoleh izin melanjutkan studi ke jenjang S-3), sebelum hari-H seleksi wawancara LPDP saya tetap berlatih menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mungkin akan keluar.
  • Substansi dan pembawaan diri sama pentingnya. Setiap pertanyaan pewawancara harus dapat dijawab dengan lancar, meyakinkan, komprehensif, dan tidak berputar-putar. Tidak semata substansi, pembawaan diri kita juga perlu diperhatikan, misalnya terkait intonasi suara, penekanan pada suatu hal yang penting, kontak mata, senyum, antusiasme, gesture yang mendukung, dan seterusnya. Improvisasi yang saya lakukan ketika menjalani wawancara beasiswa LPDP adalah saya sempat melontarkan candaan ringan ketika ditanya tentang saudara kembar saya, karena saya melihat ketiga pewawancara cenderung “santai” dan tidak terlalu kaku. Tentu saja kita harus cermat dalam melihat konteks dan situasi yang kita hadapi!
  • Tidak terlihat overconfident ataupun terlalu rendah hati. Sikap sombong ketika menjalani wawancara tentu tidak akan menolong, demikian juga sikap malu menunjukkan kelebihan diri. Di sinilah seninya. Kita perlu dengan percaya diri menunjukkan sisi-sisi keunggulan kita, tanpa terkesan arogan dan meremehkan orang lain. Apabila ditanya tentang prestasi yang pernah kita raih, misalnya, kita bisa menjawab, “Satu hal yang sangat saya syukuri adalah, meskipun saya masih terbilang baru dalam penelitian imiah, saya sempat memenangkan sebuah penghargaan Outstanding Paper Award. Ini sungguh kehormatan buat saya, sekaligus melecut semangat saya untuk selalu mempersembahkan yang terbaik di tengah berbagai keterbatasan.”
  • Tunjukkan bahwa kita menguasai proposal penelitian kita. Untuk pelamar beasiswa doktoral, kita perlu benar-benar menguasai setiap detail yang kita tulis di dalam proposal penelitian. Saya “beruntung” karena hanya menerima satu-dua pertanyaan terkait proposal ini, namun ada peserta lain yang mendapat pertanyaan bertubi-tubi tentang rencana risetnya. Pastikan kita menguasai latar belakang penelitian, motivasi penelitian, research question, literatur yang mendukung, hipotesis dan metodologi penelitian, serta kontribusi penelitian dan manfaatnya untuk Indonesia.
  • Waspada jika “dibantai” atau dicecar. Alhamdulillah saya tidak mengalami hal ini, namun tentu calon peserta seleksi wawancara disarankan untuk bersiap menghadapi segala situasi. Apabila dicecar sedemikian rupa, kita perlu menjawab dengan tangkas dan yakin atas argumen yang kita bangun dari awal, namun tidak berarti kita harus ngeyel terus-menerus. Memang easier said than done, dan rasanya tidak ada satu tips baku untuk seluruh situasi yang mungkin dihadapi oleh peserta seleksi. Menurut saya, intinya adalah tangkas dan tidak terlihat bingung atau panik.
  • Untuk pertanyaan psikolog, upayakan tidak menceritakan suatu hal yang menguras emosi. Boleh jadi salah satu tujuan pertanyaan yang dilontarkan oleh psikolog adalah untuk menilai ketahanan mental kita. Kita tentu pernah mendengar cerita ada banyak peserta seleksi wawancara LPDP yang mencucurkan air mata ketika menceritakan suatu hal yang menguras emosi. Perlu digarisbawahi di sini, tidak semua peserta yang menangis gagal dalam seleksi wawancara, dan tidak semua peserta yang tidak menangis berhasil dalam seleksi wawancara. Meski demikian, menurut hemat saya sebaiknya kita tidak menceritakan suatu hal yang terlalu menguras emosi, karena hal ini berpotensi memengaruhi kemampuan dan efektivitas kita dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan berikutnya.

Semoga pengalaman dan tips-tips yang saya bagi di sini dapat membantu kawan-kawan yang tengah mempersiapkan diri mengikuti seleksi wawancara beasiswa LPDP. Selamat mempersiapkan diri, dan lengkapi ikhtiar terbaik kita dengan doa dan amal ibadah sebaik-baiknya. Semangat dan sukses!

 

[Gambar diambil dari sini]


Responses

  1. mantap. terima kasih share ilmu dan pengalamannya pak. bismillah mengumpulkan semangat lagi untuk hunting beasiswa.

    • Terima kasih kembali, Mas Ahsin, semoga sharing sederhana ini bermanfaat. Semangat dan sukses untuk ikhtiar hunting beasiswa… 🙂

  2. thank you so much for sharing your experiences in hunting the scholarships…..God bless you pak

    • You’re most welcome, Kak Susanti. Semangat & sukses!

  3. Terimakasih untuk tipsnya dan sharing pengalamannya. Saya sedang menunggu jadwa wawancara BPI 2022. Pengalaman panjenengan akan saya ingat dan jadikan acuan. Terimakasih banyak. Mohon doanya.

    • Terima kasih kembali, Kak Lely. Senang mendapati sharing saya ini bermanfaaat. Semangat dan sukses selalu ya…

    • Kami juga sedang melakukan aplikasi beasiswa yang sama dengan Ibu Lely. Terimakasih Bapak. Pengalaman Bapak saya jadikan sebagai acuan dalam sesi wawancara ini. Semoga menjadi amal jariyah dan senantiasa selalu dalam kesuksesan. Salam hormat dari Sulawesi Selatan.

      • Aamiin. Terima kasih kembali, Pak Ali. Senang menjumpai sharing saya ini bermanfaat. Semangat dan sukses selalu untuk ikhtiar hunting beasiswanya ya…


Leave a comment

Categories