Posted by: Salim Darmadi | 5 July 2018

Pengalaman dan Tips Wawancara Beasiswa AAS

Bulan Juli 2018 ini, para pelamar beasiswa Australian Awards Scholarship (AAS) yang dinyatakan lulus seleksi administrasi akan mengikuti seleksi tahap selanjutnya, yaitu wawancara dan tes IELTS. Di sini saya hendak berbagi mengenai persiapan yang perlu dilakukan untuk mengikuti wawancara. Adapun tips mempersiapkan diri untuk IELTS insyaallah akan saya bagi pada tulisan terpisah.

Saya mengikuti wawancara AAS pada tahun 2008 (time flies, tak terasa sudah sepuluh tahun berlalu, hehehe…), waktu itu namanya masih Australian Development Scholarship (ADS). Meskipun sudah sepuluh tahun berlalu, ketika saya menyimak pengalaman para pelamar dan awardee AAS tahun-tahun selanjutnya, saya lihat format wawancaranya tidak terlalu banyak berubah. Wawancara dilakukan oleh Joint Selection Team (JST), di mana seorang pelamar akan diwawancarai oleh dua orang anggota JST: satu dari Australia dan satu dari Indonesia. Tentu seluruh wawancara dilaksanakan dalam bahasa Inggris.

Pada hari yang telah ditentukan, saya datang pagi-pagi ke JW Marriott, Kuningan, Jakarta Selatan, tempat dilaksanakannya wawancara ADS. Seluruh kandidat (yang mendapat giliran wawancara pada hari itu) dikumpulkan terlebih dahulu di satu ruangan, dan kemudian mendapatkan pengarahan dari salah seorang anggota JST. Ia juga memperkenalkan para anggota JST satu persatu. Setelah pengarahan selesai, kami tetap duduk santai di ruangan tersebut, menunggu dipanggil wawancara satu persatu di ruangan sebelah.

Ketika menunggu dipanggil, saya mendapat kesempatan untuk berkenalan dan mengobrol dengan para kandidat yang lain. Bahkan kandidat yang sudah selesai wawancara tidak segan-segan bercerita tentang proses wawancara berikut pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh JST. Saya sendiri diwawancarai oleh seorang ibu paruh baya dosen Flinders University, dan seorang bapak paruh baya ilmuwan senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Alhamdulillah, wawancara berlangsung lancar dan tidak terlalu formal.

O iya, tips yang saya bagi di sini hanya untuk pelamar beasiswa S-2 AAS ya… Saya belum punya pengalaman menjalani wawancara AAS untuk program S-3. Tahun 2017 lalu saya memang mendaftar AAS untuk studi PhD di Negeri Kanguru, tetapi belum berhasil masuk shortlisted candidates untuk wawancara (Hiks, sedih sih, tapi namanya juga belum rezeki, hehehe). Dari beberapa teman dan rekan sejawat yang berhasil meraih beasiswa S-3 AAS, saya mendapat informasi bahwa wawancara S-3 ditekankan pada proposal riset. Kandidat juga diberi waktu untuk mempresentasikan proposal risetnya dalam sesi wawancara tersebut.

Dari pengalaman saya, berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan diri menjalani wawancara beasiswa S-2 AAS.

1. Antisipasi pertanyaan-pertanyaan yang mungkin keluar

Peroleh informasi sebanyak mungkin, baik dari teman, kenalan, maupun internet, mengenai pertanyaan-pertanyaan yang biasa diajukan oleh pewawancara AAS. Dengan demikian, kita akan mendapat gambaran mengenai pertanyaan-pertanyaan pewawancara serta mempersiapkan jawabannya. Beberapa pertanyaan kunci adalah: (1) kaitan antara pekerjaan saat ini dengan rencana studi S-2 di Australia; (2) kontribusi kepada institusi/masyarakat/negara setelah menamatkan pendidikan S-2 di Australia; dan (3) bagaimana studi dan kontribusi kita mendukung terwujudnya hubungan yang erat antara Indonesia dan Australia.

Adapun pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ke saya, yang saya ingat, di antaranya adalah:

  • Mengapa memilih University of Adelaide (UoA)? Saya menjawab karena UoA adalah salah satu universitas di Australia yang menawarkan program Master untuk disiplin ilmu akuntansi dan keuangan sekaligus, sehingga akan membekali saya untuk berkontribusi lebih banyak setelah lulus nanti. Waktu itu saya menghindari menyebut-nyebut ranking UoA, karena saya menyesuaikan dengan kondisi bahwa pewawancara saya adalah dosen Flinders University, yang juga terletak di Adelaide namun peringkatnya lebih rendah dibandingkan UoA.
  • Pekerjaan apa yang kamu lakukan di kantor? Waktu itu saya bekerja sebagai staf riset pasar modal di Bapepam-LK, jadi saya uraikan pekerjaan sehari-hari di kantor. Di sini tentu perlu keterampilan untuk mengemas jawaban dan menunjukkan bahwa pekerjaan kita akan mendukung institusi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, sehingga pada gilirannya akan berkontribusi terhadap pembangunan Indonesia.
  • Apa kontribusi yang dapat kamu berikan setelah menyelesaikan pendidikan S-2 di Australia? Pertanyaan ini sebenarnya sudah terjawab ketika mengisi formulir pendaftaran, namun bisa dimanfaatkan untuk mengelaborasi lebih dalam jawaban kita di formulir. Saya terangkan bahwa dengan pendidikan S-2 di Australia, saya akan memperoleh pemahaman yang lebih dalam mengenai industri keuangan dan pasar modal, sehingga nantinya setelah kembali ke Bapepam-LK saya dapat berkontribusi dalam pengembangan kebijakan di sektor pasar modal.
  • Apakah dulu kamu aktif berorganisasi ketika menjadi mahasiswa S-1? Saya sampaikan bahwa dulu saya aktif dalam berbagai organisasi dan kepanitiaan di kampus. Saya jelaskan juga bahwa keaktifan dalam berorganisasi sangat bermanfaat bagi saya, karena membekali saya dengan berbagai soft skills yang tidak dapat saya peroleh di ruang kuliah.
  • Menurutmu apa isu-isu terkini yang perlu menjadi perhatian? Pertanyaan ini sudah saya antisipasi sebelum wawancara. Jadi saya memilih menjelaskan dua isu terkini, yaitu tentang gejolak di pasar keuangan dunia (waktu itu pasar keuangan sedang heboh menjelang krisis keuangan global) serta isu pemanasan global.

2. Berlatih memberikan jawaban secara meyakinkan

Pertama, tentu soal substansi. Setelah mengumpulkan pertanyaan-pertanyaan wawancara AAS dari berbagai sumber, persiapkan jawaban untuk masing-masing pertanyaan. Saya cenderung tidak menyarankan untuk menghafal secara verbatim, karena pertanyaan dari wawancara bisa random dan mengalir ke sana kemari. Jawaban yang kita berikan mungkin juga disusul dan dikejar dengan pertanyaan lanjutan. Jadi sebaiknya kita cukup mengingat ide-ide pokok (main points) yang akan kita sampaikan ketika menerima suatu pertanyaan.

Yang jelas, berlatihlah sebaik mungkin. Untuk yang terbiasa public speaking, merangkai jawaban atas suatu pertanyaan sepertinya menjadi hal yang mudah. Namun kasusnya mungkin akan berbeda jika kita tidak terbiasa public speaking dan gampang nervous. Jika perlu, carilah partner untuk simulasi wawancara. Si partner diminta melontarkan pertanyaan secara random, kemudian kita latihan menjawab serta meminta evaluasi dari dia.

Kedua, wawancara tidak melulu soal substansi, namun juga soal bagaimana pembawaan kita, yang akan memberikan impresi tertentu kepada pewawancara apakah kita kandidat yang layak menerima beasiswa ataukah tidak. Ini juga perlu dilatih. Duduk tegak, menjaga kontak mata, mengatur intonasi dan penekanan dalam berbicara, menghindari berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat, gesture tubuh yang mendukung, dan seterusnya.

Demikian juga, keterampilan berdiplomasi juga diperlukan. Misalkan kita ditanya tentang isu tertentu dan kita tidak tahu banyak soal isu tersebut. Menjawab “Sorry, I don’t know” tentu bukan ide yang baik. Kita bisa menyiasatinya dengan melontarkan kalimat yang tidak terlalu polos dan tetap menyampaikan apa yang kita tahu tanpa perlu kelihatan sok tahu.

3. Konsisten dengan jawaban di formulir pendaftaran; tetap sampaikan sesuatu yang baru

Sebagian pertanyaan yang kita terima pada waktu wawancara mungkin saja sama dengan pertanyaan di formulir pendaftaran, dan si pewawancara ingin mengonfirmasi jawaban kita. Karena itu, pastikan jawaban waktu wawancara sama atau selaras dengan yang kita isikan di formulir (kita pasti kelabakan jika ditanya, “Why is your answer different from what you wrote in the application form?”).

Namun demikian, tetap sampaikan sesuatu yang baru dan tidak sekadar copy-paste dari yang sudah kita uraikan di formulir pendafaran. Misalnya kita bisa mengelaborasi, memberi contoh, atau memperjelas apa yang sudah kita tuliskan.

4. Ikuti isu-isu terkini

Saya dan banyak teman yang pernah ikut wawancara ADS juga menerima pertanyaan semacam ini. Bisa jadi kasusnya sama seperti saya, di mana saya diminta memilih isu terkini untuk saya jelaskan. Namun, bisa jadi si pewawancara menyinggung satu isu dan meminta kita menanggapi pertanyaannya. Jadi kita perlu mempersiapkan diri dengan segala kemungkinan.

Ketika saya mengikuti seleksi beasiswa ADS tahun 2008, perbedaan pandangan politik di tengah-tengah masyarakat belum setajam sekarang. Pesan saya, mari bersikap sebijak mungkin dalam memberikan jawaban serta selalu mengedepankan rasionalitas, terlebih jika kalian adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menjadi garda terdepan dalam mengeksekusi kebijakan-kebijakan Pemerintah.

5. Tunjukkan sisi-sisi keunggulan dengan cara yang elegan

Ketika mendaftar, keunggulan itu seharusnya sudah kita “jual” dalam dokumen Curriculum Vitae yang kita unggah di sistem aplikasi online AAS. Nah, pada saat wawancara, kita dapat menyelipkan keunggulan kita dalam jawaban-jawaban yang kita lontarkan. Namun, kita tetap perlu memperhatikan cara-cara yang elegan dalam “menjual” diri. Jangan sampai kita terlihat takabur dan meremehkan lawan bicara. Apalagi, jangan sampai pula kita terlihat tidak percaya diri. Kalimat “I know that I am not the best candidate to win this scholarship…” tentu harus dihindari.

Boleh jadi si pewawancara menanyakan, “What makes you better than other candidates?” Di sini kita bisa menjabarkan keunggulan kita. Selain itu, keunggulan juga bisa kita singgung di pertanyaan lainnya. Misalnya apabila si pewawancara bertanya soal apa yang kita kerjakan terkait profesi kita. Selain menguraikan detail pekerjaan kita, kita juga bisa menambahkan capaian kita dalam pekerjaan, kepercayaan yang diberikan oleh pimpinan, serta prestasi yang telah kita raih.

6. Tunjukkan bahwa kita sudah mempersiapkan diri sebaik mungkin

Selain mempersiapkan diri menghadapi pertanyaan substantif wawancara, ada baiknya kita mempersiapkan diri dengan informasi sebanyak mungkin tentang negara dan studi kita. Cari tahu tentang Australia, kota tujuan studi, dan universitas tujuan studi kita. Kumpulkan juga informasi tentang program studi kita: matakuliah yang ditawarkan, fasilitas, dosen/profesor yang mengajar, sistem perkuliahan yang berlaku, dan sebagainya.

Dulu saya menerapkan tips ini, yang ternyata tidak dilakukan oleh sebagian kandidat yang lain. Misalnya, saya bercerita bahwa saya telah berkorespondensi dengan staf UoA untuk memastikan eligibility saya mendaftar S-2 di UoA karena saya lulusan Program Diploma-IV Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Saya pun bertanya kepada kedua pewawancara, “May I show you my email correspondence with a staff member of the University of Adelaide regarding my eligibility?” Ternyata mereka merespons dengan antusias. Demikian juga ketika saya menceritakan bahwa saya sudah mencari informasi tentang matakuliah yang akan saya ambil di program Master of Accounting and Finance di UoA. Alhamdulillah, saya sudah mempersiapkan print-out bukti korespondensi dan daftar matakuliah, yang ternyata bisa meyakinkan mereka mengenai kesiapan saya.

7. Manfaatkan jika diberi kesempatan bertanya

Ketika meminta seorang kolega menceritakan pengalamannya menjalani wawancara ADS, dia berpesan kepada saya, “Pokoknya kalau kamu disuruh nanya, nanya aja!” Ternyata di akhir wawancara, kedua pewawancara memberi saya kesempatan untuk bertanya. Saya bertanya mengenai dua hal, yaitu kesempatan untuk bekerja magang (internship) ketika studi S-2 di Australia serta bagaimana membiasakan diri dengan Australian English. Kedua pewawancara pun menjawab pertanyaan saya dengan singkat.

Saran saya, persiapkan pertanyaan untuk diajukan kepada pewawancara apabila kita diberi kesempatan bertanya. Tentu, pertanyaan yang kita siapkan haruslah pertanyaan yang “cerdas”, bukan yang mudah dicari jawabannya di Google. Pertanyaan yang cerdas boleh jadi akan memberikan impresi kepada pewawancara mengenai antusiasme dan kesiapan kita untuk menempuh studi pascasarjana di Negeri Kanguru.

* * *

Demikian pengalaman dan tips saya untuk menghadapi wawancara beasiswa AAS. Semoga bisa memberikan tambahan insights buat kalian yang tengah bersiap-siap menuju meja wawancara. Semangat dan sukses!!

 

[Gambar diambil dari sini]


Responses

  1. Wah! Nuhun sharing-nya, Mas Salim.

    • Sami-sami, Mas Arif. Semoga catatan yang sederhana ini bermanfaat. Ini saya juga terinspirasi dari Mas Arif yang menceritakan pengalamannya berburu beasiswa, profesor, dan kampus… 🙂

    • Halo, mas. Perkenalkan saya Eka Maulidia dari Makassar. Jika berkenan, sy ingin menanyakan beberapa hal kpd Mas Salim hehe. Pertama, sy sendiri seorang fresh graduate s1, kira2 bagaimana peluang lolos nya ya? krn dr pengalaman beberapa awardee yg sy baca, rata2 mereka semua sdh memiliki pekerjaan tetap. Kedua, di persyaratan khusus utk berkas tertera “daftar riwayat hidup” apakah itu sama saja dgn CV atau gimana ya mas? Terimakasih sebelumnya. Sukses selalu mas Salim🙏🏻

      • Betul Kak Eka, daftar riwayat hidup itu sama saja dengan CV. Kita bisa gugling untuk mencari-cari referensi format CV yang bagus dan kemudian menentukan format yang cocok untuk kita. Peluang beasiswa pascasarjana untuk pascasarjana? Tentu saja jawaban saya: Coba dulu… Ada berbagai pemberi beasiswa yang menawarkan kesempatan berharga dan tidak mensyaratkan pengalaman kerja. Saya yakin, pemberi beasiswa akan mempertimbangkan seorang pelamar fresh graduate terlebih ketika yang bersangkutan memiliki “sesuatu yang berharga” dan punya kapasitas untuk berkontribusi terhadap pembangunan Indonesia di masa mendatang…

  2. KEREN mas, tulisane sangat bermanfaat

    • Hatur nuhun, Brother Shalih. Sukses untuk perjuangannya lanjut studi ya…

  3. halo, Pak. Tulisan bapak sangat membantu. saya mohon bantuannya, Pak. saya berencana ikut AAS Intake 2020, saya ingin menanyakan ttng jasa translate dokumen utk Akta Kelahiran dimana ya, Pak yang sesuai persyaratan AAS. tterimakasih sebelumnya.

    • Untuk keperluan mendaftar ke perguruan tinggi di negara-negara berbahasa Inggris, setahu saya IDP menawarkan jasa transalasi dokumen, Kak Sitty. Pengalaman saya tahun 2008 dulu, ketika mendaftar ke perguruan tinggi di Australia, saya menggunakan jasa IDP (yang tentu saja berbayar, namun relatif miring jika dibandingkan dengan jasa penerjemah tersumpah) untuk translasi dokumen akta kelahiran saya.

  4. Hi Ka…
    Mohon penjelasannya bagaimana cara mendapatkan email corespondence dari univ yang kita tuju?

    • Kak Lina, alamat korespondensi email bisa dengan mudah didapatkan di website universitas, khususnya di bagian Admissions Office. Alternatifnya, Kakak bisa menggunakan jasa agen/konselor pendidikan terdekat untuk bertanya-tanya tentang perguruan tinggi yang kita incar. Di beberapa agen seperti IDP, setahu saya jasa konsultasi ini bahkan gratis…

  5. […] yang lain. Saya pernah berbagi tips wawancara beasiswa Australia Awards Scholarships (AAS) di tulisan ini, dan beberapa tips di tulisan tersebut rasanya masih relevan. Misalnya, dalam wawancara beasiswa […]

  6. Tentang usia,apakah berpengaruh di dalam seleksi? dan mana yang di dahulukan mutu prestasi dan karya yang diperoleh ataukah nama universitasnya? Misal saya mempunyai karya bagus tapi dari universitas akreditasi B dan orang lain prestasi biasa tapi dari universitas ternama,yg mana peluang terbesar untuk diterima? Untuk usia mungkin ndak dibatasi,tapi misalnya prestasi sama tapi yang satu lebih muda,manakah yang diprioritaskan? Mungkin jawaban terbaiknya adalah persiapkan sebaik mungkin pokoknya..karena kita jg ndak berwenang,tapi bisakah masnya menjawab yang selain seputaran ini, atau Bisakah selanjutnya saya bertanya langsung ke pihak AAS,untuk pertanyaan jenis ini,dan apakah kira 2 mereka mau menjawabnya? Terima kasih, maaf kalau pertanyaannya sedikit memaksa,mas

    • Maaf banget saya belum bisa jawab ya Kak, apalagi saya mendaftar AAS itu 13 tahun yang lalu, sehingga peraturan, ketentuan, dan prioritasnya mungkin sudah banyak berubah. Seandainya mau menanyakan langsung ke pihak AAS, tentu tidak ada salahnya dicoba. Semangat dan sukses ya…

  7. Terimakasih kak atas sharing nya.. saya ingin bertanya terkait reference yg digunakan saat apply beasiswa, karena waktu itu kakak sudah bekerja reference yg digunakan apakah dari tempat kerja juga atau dari dosen? Terimakasih atas jawabannya kak

    • Terima kasih kembali, Kak Ella. Saya mendaftar beasiswa AAS tahun 2007 dengan difasilitasi kantor, sehingga referensi saya mintakan ke atasan saya di kantor. Tapi sepertinya kalau kita dapat referensi dari kantor maupun dosen pembimbing skripsi S-1, tentunya akan lebih bagus. Semoga jawaban ini membantu ya… semangat dan sukses!


Leave a comment

Categories