Beberapa kali saya berkesempatan diminta berbagi pengalaman seputar meraih beasiswa pendidikan luar negeri, baik untuk jenjang magister maupun doktoral. Setiap kali itu juga saya memastikan bahwa para peserta seminar punya alasan kuat di balik impian mereka menuntut ilmu jauh-jauh ke negeri orang. Istilahnya “doing something with purpose“.
Alhamdulillah saya dilimpahi-Nya rezeki dua kali memenangkan beasiswa pascasarjana untuk menuntut ilmu di negeri orang. Betapapun bersyukurnya saya atas anugerah ini, saya tidak mau terlampau mengglorifikasi capaian bisa belajar di kampus-kampus keren di luar negeri. Apalagi merasa diri sudah sukses dan menganggap orang lain sudah selayaknya mengikuti langkah-langkah yang saya tempuh agar bisa seperti saya. Nope!
Untuk meraih kesuksesan dalam hidup (pun definisi “kesuksesan” ini bisa beragam dan subjektif), tidak semua orang harus kuliah sampai ke luar negeri. Tidak setiap orang mesti belajar di kampus papan atas dunia. Capaian-capaian semacam itu, meskipun alhamdulillah berhasil saya genggam, tetaplah terlalu nisbi untuk bisa disebut indikator kesuksesan dalam hidup. Tiap-tiap individu bisa sukses, bermanfaat, berdaya guna, dan berhasil menunaikan tanggung jawab dalam hidup masing-masing dengan cara yang berbeda-beda. Tidak melulu sama dengan jalan yang orang lain tempuh ataupun standar yang orang lain tetapkan. Dalam konteks ini tidak berlaku one size fits all.
Maka untuk setiap mimpi, goal, maupun keputusan dalam hidup, saya berupaya memastikan ada rationale dan purpose sekuat mungkin di baliknya. Tidak sekadar ngikut ke mana air mengalir dan ke mana angin bertiup. Tidak pula didasari alasan-alasan yang rasanya agak sumir semacam biar kelihatan keren, biar tidak kalah dengan si ini dan si itu, biar ada pelarian dari suntuknya dunia, ataupun biar tidak ketinggalan tersebab fear of missing out alias FOMO.
Melihat kembali perjalanan saya menghirup udara dunia selama nyaris empat dasawarsa, ada banyak sekali mimpi yang saya rajut ataupun keputusan yang saya ambil. Lagi-lagi saya perlu memastikan bahwa saya punya alasan kuat di balik semua impian, keputusan, maupun capaian tersebut.
Misalnya, mengapa saya pergi merantau jauh dari kampung halaman? Mengapa saya bergabung dalam kepengurusan sebuah organisasi atau komunitas? Mengapa saya memperjuangkan mimpi meraih beasiswa pendidikan di luar negeri? Mengapa saya berikhtiar akan datangnya jodoh, lalu menikah dan berumah tangga? Mengapa saya memilih menekuni sebuah karier atau profesi? Mengapa saya belajar bahasa asing?
Mengapa saya memaksa diri membaca dan menulis? Mengapa saya mendalami ajaran agama? Mengapa saya eksis di media sosial? Mengapa saya menjatuhkan pilihan pada sebuah parpol atau seorang figur di balik bilik suara ketika pemilu? Mengapa saya berusaha melanggengkan sebuah hubungan persahabatan? Mengapa saya mengambil break barang beberapa hari untuk healing? Dan seterusnya. Sederet tanya yang bisa berbeda-beda, baik pertanyaan maupun jawabannya, untuk masing-masing individu.
Kadang kala saya dihadapkan pada sekian banyak opsi di depan mata. Ya, punya banyak pilihan merupakan sebuah anugerah yang rasanya terlampau sering lupa saya syukuri. Ketika akhirnya memutuskan pilihan mana yang saya ambil, lagi-lagi saya harus memastikan ada alasan dan tujuan yang valid serta dapat dipertanggungjawabkan.
Terkadang pula saya hanya punya satu opsi dan tak punya pilihan lain. Sebuah situasi yang kerap tidak menyenangkan, dan akhirnya mau tak mau harus diambil demi sebuah keniscayaan untuk bisa survive dan melanjutkan kehidupan. Maka di sini menjadi keniscayaan buat saya untuk berlapang dada, berserah diri, sembari mengoptimalkan ikhtiar hingga batas-batas terluar kemampuan saya.
Di tengah dunia yang dipenuhi pesona visual dan gemerlap yang menyilaukan, tak pandang dunia nyata maupun maya, boleh jadi saya rentan terhadap perasaan insecure serta godaan untuk tak mau ketinggalan dalam keriuhan dan gegap-gempita tren yang berkembang. Akhirnya apa yang saya lakukan bisa jadi kurang terjustifikasi rationale maupun purpose-nya. Keputusan yang saya ambil dan jalan yang saya tempuh boleh jadi kurang kukuh “ruh” dan determinasi yang melandasinya.
Doing something with purpose juga melatih saya untuk melihat segala sesuatu dengan mata hati, juga mempertajam dialog dalam diri. Akhirnya semua pertanyaan tentang rationale dan purpose ini akan bermuara pada satu tanda tanya besar: Apakah impian, keputusan, ataupun raihan ini akan mendukung pencapaian misi dan tujuan dari kehidupan dunia yang diamanatkan kepada saya?
Setuju pak, setiap jengkal keputusan dalam hidup saya rasa harus ada tujuannya dan ga perlu takut untuk ketinggalan sama yang lain, karena lagi-lagi setiap orang lahir, tumbuh, dan berjalan di titik yang berbeda-beda.
By: Ridha Tantowi on 20 August 2022
at 9:05 pm
Sepakat, kak Ridha…
By: Salim Darmadi on 1 September 2022
at 9:35 am