Saya berulangkali bertemu dan berbincang dengan orang-orang “besar” dengan kapasitas dan kontribusi luar biasa di bidangnya, baik di Tanah Air maupun mancanegara. Sebagian di antaranya punya nama yang kerap menghiasi layar kaca dan media massa. Dari sekian banyak kisah pertemuan itu, banyak di antaranya meninggalkan kesan mendalam. Salah satunya karena attitude dan kerendahan hati mereka yang membuat saya terkesima.
Banyak di antara mereka demikian ramah dan terbuka meladeni pertanyaan-pertanyaan saya. Bahkan menanyakan latar belakang dan pengalaman saya. Sebagian menunjukkan penampakan yang demikian bersahaja. Saya melihat mereka tak merasa perlu menceritakan siapa diri mereka, juga rekam jejak dan kiprah mereka. Well, profil mereka yang bertebaran di internet serta hasil pencarian setelah mengetikkan nama mereka di Google sudah cukup menunjukkan siapa diri mereka. No further explanation needed!
Dari figur-figur tersebut, saya menemukan representasi ilmu padi. Sebagaimana ungkapan bijak Jawa, “Ngelmu pari, tansaya isi tansaya tumungkul” (ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk). Mereka orang-orang yang ambisius dan memiliki motivasi tak terbendung untuk berkontribusi dan memberi dampak, hingga mereka dikenal luas oleh khalayak dan menjadi rujukan banyak pihak. Namun di atas segala kapasitas dan kompetensi mereka, ada karakter yang menjiwai, ada kerendahan hati yang mengiringi.
Namun saya tak menafikan pula, tidak semua pertemuan dengan orang-orang “besar” itu berkesan. Tak perlu pula saya jabarkan detail dan contohnya di sini. Cukuplah beragam karakter orang yang saya temui tersebut menjadi pelajaran berharga buat saya. Mana orang-orang dengan karakter yang layak saya jadikan panutan; mana individu-individu dengan tipe pembawaan yang harus saya tinggalkan. Tanpa perlu menjatuhkan sembarang judgment terlalu jauh, semua yang saya lihat dan temui harus menjadi pengingat buat saya untuk bercermin lagi; adakah karakter tak menyenangkan itu melekat dalam diri.
Saya teramat ingin seperti mereka yang memiliki karakter matang, yang melengkapi segala kapasitas istimewa dan rekam jejak yang ditorehkannya. Mereka hanya tahu untuk terus berbuat dan berdaya. Hingga akhirnya, tanpa mereka harus berkoar-koar besar kepala, publik dengan sendirinya tahu akan peran, kapasitas, dan dampak positif mereka. Banyak orang akan secara langsung maupun tak langsung terinspirasi oleh kegigihan dan keteladanan nyata mereka. Saya menyebutnya “kerendahan hati yang berisi”.
But please don’t get me wrong! Karakter matang dan kerendahan hati itu bukan berarti sekadar duduk mojok di sudut ruangan. Orang-orang dengan karakter seperti itu tetap tahu kapan waktu yang tepat untuk tampil ke depan dan memberikan sumbangsih di bawah tatapan ataupun sorotan. Kerendahan hati tidak berarti kenaifan dalam diam. Saya ingat pernah menegur seorang mahasiswa saya yang (setidaknya menurut penilaian saya) terlampau lugu dan kurang berinisiatif. Saya menyemangatinya agar lebih tegak kepala, percaya diri, dan proaktif.
Saya bercermin lagi. Boleh jadi di masa depan, jika Tuhan mengizinkan, ada peran lebih besar dan tanggung jawab lebih berat yang harus saya jalani. Kiprah dan kapasitas saya mungkin akan semakin berkembang dibandingkan hari ini. Namun saya mengingatkan diri sendiri. Apa pun itu, semoga akan selalu ada karakter matang yang mengiringi. Kiranya akan selalu ada kerendahan hati laksana ilmu padi yang terpatri kuat dalam diri…
[Gambar diambil dari sini]
Leave a Reply