Hari pertama September 2022, saya mengucapkan selamat memasuki masa purnabakti kepada Bu Etty, seorang mantan atasan saya di kantor. Selama perjalanan karier, saya hanya pernah menjadi anak buah beliau selama enam bulan saja. Namun demikian, interaksi dengan beliau meninggalkan banyak kesan dan pelajaran berharga. Bahkan sejak saya pertama kali menapakkan kaki di dunia kerja pada tahun 2006 silam, Bu Etty sudah menjadi figur panutan buat saya. Di awal dasawarsa 2000-an, beliau sudah meraih beasiswa untuk menempuh jenjang pendidikan S-3 di luar negeri, sebuah capaian yang sangat jarang diraih oleh seorang birokrat non-dosen pada zaman itu!
Hari ini saya baca-baca lagi dua makalah ilmiah bertarikh tahun 2004 yang Bu Etty tulis bersama profesor pembimbing beliau. Kedua paper tersebut diangkat dari disertasi Bu Etty ketika menempuh studi doktoral di Nanyang Technological University, Singapura. Bahkan untuk ukuran hari ini, menurut saya paper beliau tetap terbilang “canggih”, ditinjau dari topik penelitian yang diangkat serta sifat cross-country study dari paper tersebut. Dan itu ditulisnya di zaman ketika infrastruktur database riset dan sarana komunikasi sama sekali belum secanggih sekarang!
Tak heran, disertasi S-3 Bu Etty pun pernah diganjar dengan predikat disertasi PhD terbaik oleh American Accounting Association (AAA). Sebuah penghargaan tingkat global yang tidak tanggung-tanggung! Dikarenakan kesibukan profesor pembimbing beliau, disertasi Bu Etty memang belum sempat terpublikasikan di jurnal ilmiah. Saya yakin, seandainya sempat terpublikasikan, paper Bu Etty akan terpampang di jurnal ilmiah prestisius yang “crème de la crème” (alias Q1-nya Q1) di bidang akuntansi dan keuangan.
Saya membayangkan disertasi itu ditulisnya dengan penuh passion. Meski beliau harus jungkir balik mengupayakan pengumpulan data dari berbagai sumber (termasuk dari kantor-kantor Big-4 di berbagai negara, di awal dekade 2000-an!). Dan perjuangan itu pun berbuah hasil yang demikian manis.
Saya lalu teringat sebaris pesan Bu Etty ketika saya berjumpa beliau dan suami kala mereka bertandang ke Sydney, “Sebagai mahasiswa S-3, yang kita bisa lakukan adalah melakukan riset sebaik mungkin, Salim. Jangan terlalu mikirin apakah nanti hasil riset kita akan benar-benar terpakai atau tidak. Dulu di disertasi saya ‘kan saya juga menuliskan sekian banyak rekomendasi untuk pengambil kebijakan berdasarkan hasil riset saya. Bertahun-tahun kemudian apakah dipakai? Ternyata nggak sepenuhnya juga! Karena ada banyak faktor yang berpengaruh, termasuk hal-hal politis yang jelas di luar domain kita…”
Saya menyimak baik-baik pesan itu. Petuah beliau lagi, “Apalagi dari studi PhD ini kita dapat banyak sekali skill, ‘kan? Ada Analytical skills, critical thinking, juga bagaimana menuangkan gagasan dengan baik dalam bentuk tulisan… Itu semua pasti jadi bekal positif untuk masa depan!”
Saya pun menarik benang merah pesan tersebut dengan pengalaman pribadi. Di awal-awal studi doktoral saya, memang terasa menantang sekali mencari titik temu dari dua kepentingan. Di sisi saya, saya ingin riset saya berguna untuk institusi dan negara saya. Di sisi profesor pembimbing, riset PhD itu haruslah novel, robust, dan nantinya publishable di jurnal ilmiah bergengsi. Menantangnya lagi, di disiplin ilmu akuntansi dan keuangan, dengan riset yang bersifat archival study dan bermetodologi kuantitatif, susahnya luar biasa untuk menemukan niche area yang menarik dan punya “nilai jual” tinggi!
Akhirnya ketemulah topik riset yang saya geluti untuk disertasi saya. Alhamdulillah masih di area yang benar-benar saya sukai, sehingga saya bisa mengerjakannya dengan passionate dan enjoyable. Lagi-lagi ada hubungannya dengan Bu Etty: Topik riset saya berkaitan erat dengan sebuah regulasi yang beliau punya peran penting di balik penggodokannya.
Dan saya pun menaruh harap. Besar harapan hasil riset saya ini (di mana saya telah mengeluarkan sumber daya, investasi, dan “pengorbanan” yang terbilang besar di mata saya) akan membawa dua manfaat sekaligus. Memberikan kontribusi berarti terhadap literatur ilmu pengetahuan, dan juga akan memiliki dampak substansial terhadap proses pengambilan kebijakan. Meskipun untuk hal yang saya sebut terakhir, sebagaimana pesan Bu Etty tadi, ada terlalu banyak kemungkinan dan faktor yang akan memengaruhi. At the end of the day, saya hanya bisa mengikhtiarkan yang terbaik dalam batas-batas kemampuan saya…
Leave a Reply