Posted by: Salim Darmadi | 21 January 2016

Sebelum Kehilangan Momen

11i Sunset di Russell

Matahari Terbenam di Russell, Northland, Selandia Baru 

Paihia, sebuah kota pelancongan di bagian utara Pulau Utara Selandia Baru, saya pilih sebagai titik awal untuk menjelajahi wilayah Northland. Ketika bus yang saya naiki memasuki batas kota ini setelah menempuh perjalanan empat jam dari metropolitan Auckland, pandangan mata saya tidak beralih dari kaca jendela. Kemolekan Paihia dan sekitarnya benar-benar melampaui ekspektasi saya.

Kota kecil di pesisir timur Pulau Utara itu tampak cantik, berada di kaki perbukitan hijau dan menghadap laut yang airnya berwarna hijau toska. Namun, Paihia tidak langsung berhadapan dengan debur ombak Samudera Pasifik, melainkan dibatasi oleh sebuah teluk besar bernama Bay of Islands. Di teluk itu, bertebaran pulau-pulau kecil nan eksotis berselimutkan hutan hijau. Sungguh panorama yang luar biasa!

Pesona Paihia tidak semata terletak pada keindahan alamnya. Di sebelah utara kota ini terdapat desa Waitangi, sebuah tempat yang sangat bersejarah dalam perjalanan Selandia Baru. Di tempat itulah pada tahun 1840 ditandatangani Perjanjian Waitangi antara perwakilan pemerintah Inggris Raya dan para kepala suku Maori, yang diakui sebagai dokumen yang menandai lahirnya Selandia Baru sebagai sebuah bangsa.

Setelah melewatkan malam pertama di Paihia dengan tidur pulas, saya bangun seawal mungkin. Setelah menunaikan shalat shubuh di sudut kamar hostel, saya bergegas berangkat karena bus yang akan membawa saya menjelajahi tempat-tempat terpencil di ujung utara akan berangkat jam setengah enam pagi. Selain itu, saya sengaja bergegas karena ingin mengabadikan momen matahari terbit di pagi itu.

Pagi masih gelap dan suasana lengang terasa begitu mendamaikan ketika saya menyusuri Pantai Taiputuputupahi yang terhampar sejajar dengan jalan utama Paihia. Saya menikmati pemandangan langit timur yang mulai menjingga, menunggu saat terbitnya sang surya. Cuaca cerah pagi itu membuat Bay of Islands menampakkan seluruh pesonanya. Ketika bola besar yang memendarkan cahaya jingga itu akhirnya menampakkan diri di cakrawala teluk, saya sudah siap dengan kamera saku saya yang terangkat. Momen indah itu pun terekam dengan sempurna. Cekrik!

***

Di seberang kota Paihia, dihubungkan oleh Bay of Islands, terdapat sebuah desa bernama Russell. Meskipun “hanya” berwujud desa sederhana yang dipenuhi penginapan, restoran, dan toko-toko untuk mengakomodasi kebutuhan para pelancong yang membanjiri tempat ini, Russell juga menjadi tempat penting dalam perjalanan sejarah Negeri Kiwi. Tempat ini adalah permukiman pertama orang Eropa pada awal abad kesembilan belas, ketika mereka baru mengenal negeri dua pulau di barat daya Pasifik ini.

Jika Paihia menghadap ke timur, maka Russell menghadap ke barat. Sepertinya Russell menjadi lokasi yang cocok untuk mengabadikan momen tenggelamnya sang surya. Sore itu, begitu tiba kembali di Paihia setelah mengeksplorasi Northland, saya segera membeli tiket kapal dan menempuh pelayaran lima belas menit menuju Russell.

Jadilah sore itu saya berjalan-jalan santai di jalan utama Russell, yang berada persis di tepi pantai, sambil menikmati suasana sore tempat eksotis tersebut. Para pelancong memenuhi tempat-tempat terbuka di depan restoran-restoran, menikmati kudapan dan teh sore sambil berbincang santai. Ada juga yang melewatkan sore itu dengan berolahraga, berlari kecil menyusuri tepian jalan utama. Tidak sedikit pula yang cuci mata mencermati aneka pilihan cenderamata yang dijajakan oleh toko-toko suvenir.

Ditingkahi burung-burung camar yang beterbangan rendah, dengan sabar saya menunggu saat-saat terbenamnya sang mentari di sebuah dermaga. Lagi-lagi, cuaca cerah memungkinkan saya menikmati suguhan panorama yang luar biasa ini. Langit barat Russell perlahan mulai menjingga. Momen itu menemui titik sempurnanya ketika sang bola langit berpendar cahaya mulai bersembunyi di balik perbukitan di seberang teluk. Kamera saku saya sudah siap mengabadikan momen berharga itu dalam gambar. Cekrik!

***

Belum tentu setahun dua kali saya bisa mengunjungi pantai, yang merupakan tempat terbaik untuk menikmati panorama matahari terbit dan terbenam. Karena itu, ketika saya menyadari bahwa kunjungan dua hari ke Paihia memungkinkan saya untuk menikmati kedua momen itu, saya bertekad untuk memanfaatkan kesempatan tersebut sebaik-baiknya.

Tentu ini bukan sekadar ”keberuntungan”, karena semuanya telah diskenariokan sedemikian rupa oleh Tuhan. Yang bisa saya lakukan adalah melakukan persiapan sebaik-baiknya, sehingga saya dalam keadaan siap ketika momen berharga yang saya nantikan itu datang. Saya tiba di pantai Paihia pagi-pagi sekali untuk mengejar momen terbitnya sang surya, dan sudah sampai di Russell sebelum gelap untuk mengabadikan saat terbenamnya. Tentu, saya juga memastikan baterai kamera masih dalam keadaan penuh, dan secepat mungkin berusaha menemukan sudut pandang (angle) yang tepat agar gambar yang terekam nantinya mendekati sempurna.

Syukurlah, semesta mendukung. Awal pagi di Paihia dan senja di Russell saat itu begitu cerahnya, nyaris tanpa cacat. Pendar jingga cahaya mentari yang dinantikan para pemburu momen sunrise dan sunset demikian jelas terlihat. Jadilah persiapan yang saya lakukan bertemu dengan kesempatan berharga yang datang. Akhirnya, saya mendapatkan foto matahari terbit dan tenggelam paling indah yang pernah saya buat (untuk ukuran pengguna kamera saku tentunya).

Keberhasilan saya dalam menangkap momen berharga di Paihia dan Russell tersebut mengingatkan saya pada berbagai fragmen yang pernah saya lalui dalam perjalanan kehidupan. Ada saat-saat di mana saya dihadapkan pada momen-momen yang langka dan hanya datang dalam sekejap, sementara ada hasrat dan keinginan yang sangat untuk memanfaatkan peluang itu sebaik-baiknya.  Dalam banyak hal, sebuah keberhasilan turut dipengaruhi oleh seberapa matang persiapan yang telah saya lakukan dalam menjemput suatu peluang.

Akhirnya, yang bisa saya lakukan adalah melakukan persiapan sebaik-baiknya. Sehingga ketika momen itu datang, saya sudah dalam keadaan siap memanfaatkannya dan momen itu tidak berlalu sia-sia begitu saja. Saya juga pernah merasakan penyesalan ketika gagal memanfaatkan kesempatan yang datang dengan sebaik-baiknya, gara-gara tidak matangnya persiapan yang saya lakukan. Momen berharga itu akhirnya lewat begitu saja meninggalkan saya yang gigit jari, dan entah kapan akan datang lagi menghampiri.

Dalam banyak hal, kesuksesan adalah persiapatan matang yang bertemu dengan kesempatan. Saya pun mengingatkan diri sendiri. Maka bersiap-siaplah, atau momen berharga itu akan melewatimu begitu saja…

 

[Foto dok. pribadi]


Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Categories

%d bloggers like this: