Ponsel saya berdering di pagi buta musim dingin, ketika saya masih meringkuk di bawah selimut. Dengan mata setengah terpejam, saya meraba-raba dalam gelap dan meraih benda itu. Mata saya yang masih mengantuk menangkap sebaris nama si penelepon. Terburu-buru saya menjawab panggilan itu.
“Assalamu’alaikum… Sudah siap ya, Mas? Tolong ditunggu sebentar ya, Salim segera ke situ…”
Sambil berusaha “mengumpulkan nyawa”, saya melompat dari tempat tidur. Dalam setiap hirupan oksigen, hidung saya terasa tersumbat. Ini merupakan respons alamiah saya terhadap temperatur udara yang rendah. Di sudut kamar, penghangat ruangan masih menderu setelah bertugas sepanjang malam. Cepat-cepat saya mengambil wudhu dengan air hangat dan menyambar jaket tebal, lalu melangkah ke luar rumah menembus pagi dingin, menerobos udara bersuhu sepuluh derajat Celsius.
Saya menuju tempat tinggal kawan saya yang menelepon tadi. Rumahnya hanya berjarak satu blok dari flat saya. Di depan garasi, tampak ia sedang memanaskan mesin mobil tuanya. Tak lama kemudian kami pun meluncur menjemput dua orang teman di flat mereka, lalu melanjutkan perjalanan ke kampus University of Queensland (UQ) St Lucia, tepatnya ke gedung Multifaith Centre di tengah kampus.
Kami memarkir mobil sekitar seratus meter dari gedung Multifaith Centre, lalu berjalan kaki sambil berbincang santai. Meski masih pagi buta, lampu di dalam beberapa gedung universitas sudah menyala, menemani para tenaga kebersihan kampus yang bertugas sejak tengah malam tadi. Di Multifaith Centre, tampak beberapa orang jemaah sudah berada di dalam mushala, menunggu iqamat dikumandangkan.
Shalat shubuh berjemaah pun didirikan. Sebagaimana di hari-hari sebelumnya, tak lebih dari lima belas orang bergabung. Bacaan Alquran sang imam, seorang mahasiswa asal Timur Tengah, mengalun merdu di tengah pagi buta yang sunyi di pinggiran Brisbane ini. Selepas shalat, salah satu dari jemaah mengambil kitab Riyadhus Shalihin di rak buku, lalu membacakan beberapa hadits dalam bahasa Arab, berikut terjemahannya dalam bahasa Inggris.
***
Sungguh sering saya mendengar nasihat mengenai keberkahan yang berlimpah di waktu fajar, juga tentang keutamaan yang besar dari shalat berjemaah di masjid. Ketika sudah sampai kepada saya pemahaman mengenai hal itu, saya tergerak untuk mengaplikasikan apa yang saya pahami. Nyatanya, saya harus berjuang setahap demi setahap untuk dapat mendisiplinkan diri shalat shubuh berjemaah. Terlebih ketika saya harus bermukim di negeri orang untuk sementara waktu, dan pagi musim dingin harus saya lalui dengan suhu udara yang menggigit. Saya harus berjuang untuk bangkit dari balik selimut, berusaha keras melawan kantuk, lalu memaksa diri untuk mengambil air wudhu dan melangkah keluar.
Karena itu, saya sungguh kagum pada beberapa kawan di St Lucia yang begitu berdisiplin dan bersemangat menyambut seruan untuk shalat shubuh berjemaah. Tidak hanya itu, mereka pun menawarkan bantuan untuk menjemput teman-teman yang lain dengan mobil mereka. Padahal, melihat situasi dan kondisi yang ada di negeri orang ini, sebenarnya sudah cukup alasan untuk mendirikan shalat shubuh itu di rumah saja. Letak masjid atau mushala kampus cukup jauh dari rumah, tidak ada suara adzan, belum lagi temperatur rendah menusuk tulang di musim dingin dan ada risiko bertemu orang mabuk di jalanan.
Namun, mereka tetap bersemangat. Saya merinding membayangkan motivasi dari dalam diri-diri mereka, yang kemudian menggerakkan mereka sedemikian rupa. Pastilah ada daya pendorong yang kuat, yang membersamai antusiasme dan langkah mereka. Ada keinginan untuk menggapai keutamaan yang besar dari ibadah shalat shubuh berjemaah. Ada motivasi untuk memakmurkan masjid atau mushala. Ada spirit untuk memburu keberkahan yang berlimpah di waktu fajar dan pagi.
Karena itu, saya berupaya mengejar agar semangat saya sama seperti semangat mereka. Saya memaksa diri untuk berdisiplin bangun sebelum waktu shubuh tiba dan kemudian melangkah menuju Multifaith Centre. Apalagi kemudian saya menyadari, pertemuan saya dengan sesama jemaah shalat shubuh adalah salah satu dari banyak kesempatan untuk menjaga hubungan saya dengan orang-orang saleh.
Saya menikmati suasana hangat dan inspiratif ketika berkumpul dengan orang-orang saleh. Ketika berada di dekat mereka, saya seolah merasakan suntikan tambahan bekal yang tak terbilang. Dari suasana saling menasihati dan saling menguatkan, semangat saya untuk terus memperbaiki diri seakan terus terlecut. Ah, saya menyadari betada pandirnya diri saya. Mudah terombang-ambing oleh arus, tak selalu kokoh dihantam ujian. Semakin hari saya semakin merasakan kebutuhan untuk mengalokasikan waktu, meski barang beberapa jam dalam sepekan, untuk bertemu dan mengambil hikmah bersama orang-orang saleh itu. Tak heran, ulama terdahulu pun menyebutkan bahwa salah satu obat hati adalah berkumpul dengan orang-orang saleh.
***
Pagi perlahan mulai terang ketika kami meninggalkan Multifaith Centre. Di dalam mobil, kami bersenda gurau dan berbincang tentang banyak hal, mulai dari kegiatan kuliah, organisasi, hingga pekerjaan paruh waktu masing-masing. Teramat banyak pembelajaran yang saya peroleh dari kebersamaan seperti ini. Ketika salah satu dari kami dihadapkan pada kesulitan, yang lain tidak segan-segan memberikan saran dan menawarkan bantuan.
Mobil berhenti di kediaman si empunya. Saya pun pamit dan berjalan kaki menuju flat saya. Pagi musim dingin masih terasa menggigit. Hawken Drive, jalan panjang yang membelah St Lucia, masih tampak lengang. Saya menghirup udara segar dalam-dalam, sementara benak mulai merencanakan agenda-agenda yang akan dijalani seharian nanti. Saya melewati toko koran dan majalah (newsstand) di sebelah flat saya. Pemiliknya, seorang pria Australia keturunan Asia Selatan, tampak sibuk merapikan tumpukan The Australian dan Courier Mail yang baru saja dikirimkan oleh mobil pengantar koran. Melihat saya melintas, ia tersenyum dan menyapa hangat, “Good morning!”
Jadilah awal pagi itu saya lewatkan dengan shalat shubuh berjemaah, menyimak pesan-pesan inspiratif dari kitab klasik, bercengkerama dengan orang-orang saleh, lalu merencanakan aktivitas sambil menebar senyum kepada sesama manusia. Sungguh rangkaian yang indah untuk memulai hari…
[Gambar diambil dari sini]
Leave a Reply